Di Tuduh Curi Sawit, Petani KKPA Bantah Pernyataan PT. MAS dan Alif Hartanto

    Di Tuduh Curi Sawit, Petani KKPA Bantah Pernyataan PT. MAS dan Alif Hartanto
    Petani KPPA saat memanen Sawit gunakan tugboat akhir tahun lalu

    BENGKALIS - Sejumlah anggota petani sawit kecamatan Bantan, akhirnya angkat bicara terkait tuduhan pencurian yang dituduhkan kepada mereka. Kepada media, beberapa petani menyebutkan, bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada mereka adalah tidak benar. Yang terjadi selama ini, justru adalah “pencurian” atas hak-hak mereka, baik oleh Koperasi, maupun oleh perusahan (PT. MAS).

    Salah seorang pemilik lahan, Abdul Hakim, yang juga mantan kepala desa Jangkang, mengatakan bahwa pernyataan dan tuduhan pencurian yang dialamatkan kepada mereka, baik oleh perusahan, maupun pernyataan yang disampaikan oleh Alif Hartanto, perlu untuk diluruskan.

    “Hal pertama yang ingin kami luruskan, adalah bahwa kami bukanlah petani plasma, tapi kelompok tani yang bergabung dengan pola KKPA. Kami bergabung dengan koperasi, pasca HGU dan pendirian koperasi. Konsep petani plasma dan KKPA itu berbeda, " kata Abdul Hakim. 

     Kalau petani plasma mendapatkan lahan dari bagian HGU perusahan dalam jangka waktu tertentu, sedangkan pola KKPA adalah pola dimana masyarakat menyerahkan pengelolaan tanahnya kepada koperasi yang membangun kemitraan dengan perusahan. Hal ini sesuai dengan kesepakatan kerjasama dan penyerahan lahan, yang ditandatangani pada tahun 2005. 

    "Saya adalah orang yang ikut menandatangani penyerahan lahan tersebut, karena pada waktu itu, saya menjabat sebagai kepala desa. Penyebutan kelompok petani Bantan sebagai anggota plasma adalah sebuah upaya penyesatan pikir dengan maksud-maksud tertentu, " jelasnya pagi. 

    Kedua, Perbuatan perusahan melaporkan petani dinilai salah alamat, karena berbeda dengan petani plasma, petani KKPA bukanlah anggota perusahan, melainkan anggota koperasi, dan proses pengelolaan lahan petani dilakukan melalui pinjaman ke Bank yang dilakukan oleh koperasi, dan petani KKPA ikut menjadi bagian yang menanggung beban hutang tersebut.

    "Posisi perusahan, dalam peminjaman ini, hanyalah sebagai avalis atau penjamin. Ada keanehan di sini, di saat petani meminta hak mereka, perusahan mengatakan bahwa hal itu adalah urusan internal koperasi, tapi ketika petani memanen di lahannya sendiri, kok perusahan melaporkan secara langsung, dan tidak melalui, padahal kelompok tani adalah urusan internal koperasi, " jelasnya. 

    Ketiga, kelompok tani desa Bantantua dan Jangkang, secara tertulis sudah menyatakan mengundurkan diri/menyatakan keluar dari keanggotaan Koperasi Meskom Sejati [KMS] pada tangga 26 Novmber 2021.  

    Menurut ketentuan perkoperasian, anggota koperasi dapat menarik diri dari sesebuah koperasi, salah satunya dengan cara membuat keterangan/pernyataan secara tertulis. Keluarnya anggota dari koperasi Meskom Sejati, karena koperasi dipandang gagal dalam memperjuangkan kepentingan anggota, dan justru berpihak pada kepentingan perusahan. 

    "Kami telah melalui proses bersurat, baik dengan koperasi dan perusahan, dalam hal pengunduran diri sebagai anggota koperasi Meskom Sejati, namun tidak pernah ditanggapi, " ucapnya lagi. 

    Pernyataan Abdul Hakim, dibenarkan oleh petani yang lain, Nurizan. Menurut Nurizan, selama ini hak petani tidak disalurkan oleh Koperasi, dan bahkan laporan yang dikeluarkan oleh koperasi bertolak belakang dengan data yang ada.

    Nurizan juga membantah bahwa Petani Bantantua dan Jangkang menolak dituduh melakukan pencurian, dan sebaliknya menganggap bahwa pihak koperasi atau perusahanlah yang mencuri hak petani, dengan tidak membayar hak petani sebagaimana mestinya. Bayangkan, untuk lahan seluas lebih kurang 2 hektare, petani hanya mendapatkan Rp150 - 300 ribu per bulan, dan itupun tidak dibayarkan. Kami memiliki bukti rekening dan sejumlah dokumen tentang penggelapan hak petani yang dilakukan oleh pengurus koperasi. Koperasi Meskom Sejati pula, selama tidak pernah menjelaskan hasil kebun petani secara transparan selama bertahun-tahun, dan kami menduga telah terjadi kolusi antara koperasi dengan perusahan, dan koperasi juga kami nilai telah membuat laporan keuangan yang bertentangan dengan fakta sebenarnya.

    Terkait pernyataan Saudara Alif Hartanto yang menyebutkan bahwa dirinya bukan merupakan bagian dari kegiatan kelompok tani, seperti yang dituduhkannya di media, adalah tidak benar dan merupakan upaya pembohongan publik. 

    Menurut Nurizan, pada awalnya mereka bersama memperjuangkan hak masyarakat, dan rapat untuk memperjuangkan nasib kelompok tani, dengan cara melakukan panen di tanah yang menjadi hak mereka, justru dilakukan di rumah saudara Ruslan Rozali dan Saudara Alif Hartanto ikut sebagai seorang notulen. Dalam rapat tersebut, semua perwakilan kelompok tani ikut menanda-tangani. 

    Patut pula diketahui, kata Nurizan, bahwa panen pertama lahan kelompok tani Bantan (bukan Wonosari, seperti yang dituduhkan), justru diikuti secara langsung oleh Saudara Ruslan Rozali dan Alif Hartanto. Bahkan doa bersama kelompok tani, di lahan tersebut dipimpin oleh saudara Ruslan.

    "Kami memiki bukti foto dan video dari kegiatan tersebut. Pernyataan saudara Alif Hartanto, menurut kami adalah pembohongan publik. Kita sedang mengumpulkan sejumlah bukti, juga tentang beredarnya tudingan soal melarikan uang dan sebagainya. Setelah bukti dan saksi terkumpul, kami berencana akan melaporkan mereka berdua ke Polres Bengkalis atau ke Polda Riau, " jelasnya. 

    Perlu pula diketahui, kata Nurizan, mereka juga telah menginisiasi RALB, karena koperasi tidak melaksanakan RAT. Berdasarkan hasil RALB (Rapat Anggota Luar Biasa), Saudara Ruslan telah diangkat menjadi Ketua, Saudara Alif Hartanto sebagai Sekretaris, dan Saudara Norizan, sebagai Bendahara. Saudara Ruslan dan Alif Hartanto, kemudian meninggalkan kelompok tani begitu saja.

    Koperasi, menurut Nurizan, selama ini tidak memperjuangkan nasib petani, sehingga pembagian hasil yang diberikan kepada petani, sangat tidak manusiawi, dan bahkan dalam laporan Koperasi, justru petani yang dianggap berhutang, sementara hasil sawit petani terus dipanen dan petani tak pernah diberikan penjelasan tentang hasil sebenarnya dari kebun mereka.

    Selain itu, tambah Nurizan, petani dibebankan membayar biaya perawatan kebun sebesar Rp8.000.000 an pertahun, sementara perawatan tidak dilakukan selama sekitar 3 tahun ini.

    Abdul Hakim dan berharap agar pihak koperasi menjelaskan dengan jujur kepada publik, sehingga persoalan kelompok Tani KKPA Desa Jangkang dan Bantantua tidak terus-menerus terzalimi. Petani juga berharap agar pemerintah daerah turun tangan dalam penyelesaian masalah ini.(rilis)

    Bengkalis
    Yulistar

    Yulistar

    Artikel Sebelumnya

    Lapas Bengkalis Bersinergi Dengan Polisi...

    Artikel Berikutnya

    Hari ini di Bengkalis Vaksinasi Massal Sasaran...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    TV Parlemen Live Streaming
    Polri TV: Transparan - Informatif - Terpercaya
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar

    Ikuti Kami